Wednesday, December 26, 2012

J O D O H


Betapa lucunya jodoh itu. Banyak yang begitu mudah mendapatkannya, tapi  banyak juga yang sulit menemukannya, seperti saya. Ya, saya.
Jodoh itu gampang kalo kamu ga pilih-pilih. Let's face the fact, kita mao beli pindang aja milih-milih, gimana ga pilih-pilih coba mao nyari jodoh?
Jodoh itu ga usah ditunggu-tunggu, ntar juga datang sendiri. Tapi jangan berhenti berusaha ya. Okay, jadi bingung ga seh? Jangan ditunggu tapi juga jangan berhenti berusaha ya? Trus kalo mao nunggu emang nunggu di mana? Emang bus? Kalo mao berusaha, berusaha yang kaya apa? Berdoa udah kog. Insya Allah di setiap doa pasti yang terselip di sana adalah doa agar segera dikaruniai jodoh yang bisa jadi imam buat saya dan keturunan saya. Trus, usaha apa lagi? Ikut biro jodoh? Maaf, bukannya gengsi atau apa. Tapi gimana kalo orang yang mao kenalan sama kita ternyata malah nipu kita atau gimana? Iya kalo ga psycho. Lhah kalo iya? Atau mungkin ta'aruf? Udah juga saya coba. Dikenalin ke temennya ortu pernah, temennya temen pernah, tapi aneh-aneh aja yang ada. Maksudnya, ada yang against women become journalists, ada yang gay juga, ada juga yang cuma sms, bbm sama sms-sms iseng doang. Seorang sepupu yang saya curhati bilang: Nah mbak, hal-hal kaya gitu ga bakal terjadi kalo mbak ga berprasangka buruk. Lha blom apa-apa mbak udah negatif thinking seh.
Astaga naga panjangnya bukan kepalang! Okelah kalo konteksnya masalah biro jodoh bole saya dibilang agak parno, tapi kalo kenyataan udah jelas-jelas ybs ga beres masa saya masi terusin usaha ta'arufnya? Jadi akhirnya kalimat dari sepupu saya cuma saya telen aja sambil ngelus dada.
Yah, jadi emang jodoh itu kaya lotere pula. Kalo emang beruntung ya bakal dapet duluan. Ga perlu pake pilih-pilih, nunggu-nunggu apalagi woro-woro hehehe. Yang masi kurang beruntung ya pasti emang harus nunggu puteran roulette nya muter. Buat yang ga tahan nunggu malah kadang ambil jalan pintas yang gampang: jadi gay lah, lesbonglah, bisekslah, atau malah suicide.
Astaghfirullah, naudzubillah.
Mereka yang telah menemukan jodoh (baca: suami atau istri) mungkin tidak akan mengerti apa yang dirasakan oleh mereka yang sedang mengayuh sampan di tengah lautan manusia hanya untuk menemukan pengayuh lainnya yang memang ditakdirkan untuknya. Mereka selalu berkomentar bahwa para pengayuh ini adalah orang-orang idealis yang sulit dimengerti apa maunya, sombong, atau pun pemilih. Tidak dapat mereka bayangkan bahwa mengayuh sampan itu begitu berat, berat bukan karena mereka melakukan itu sendirian. Tapi lebih berat karena ombak gosip dan bermacam-macam badai tuduhan tidak benar maupun tidak bermutu (atau pun bermutu tapi rendah) yang menghantam sampan mereka. Kalo memang begitu sulit untuk membayangkan biarlah saya berikan ilustrasi sedikit.
Mata pelajaran apa yang paling Anda anggap sulit dikuasai dulu waktu SMP/SMA? Apakah Anda sulit mendapat nilai bagus sementara teman lain bisa menguasainya hanya dengan sekali baca? Nah...kaya gitulah kira-kira rasanya. Hanya saja intensinya sekitar 100x menyebalkan karena apa yang terjadi pada pejuang-pejuang pencari jodoh ini tidak tahu kapan deadline nya akan berakhir, tidak ada kepastian apakah jodoh sudah dekat atau pun jauh.
Saya termasuk satu dari sekian banyak pengayuh sampan pencari jodoh itu. Saya menuliskan ini tidak dengan pretensi agar Anda kasian atau kemudian tergopoh-gopoh membuka buku kontak telepon mencarikan kami orang yang bisa diperkenalkan ke kami. TIDAK. SAMA SEKALI TIDAK. Please, tidak ini bukan karena kami (saya) gengsi tapi lebih pada kenyataan tulisan ini saya publish di blog agar Anda tau bahwa kami tidak menderita karena kami belum menemukan separuh jiwa kami. Tapi kami banyak menderita karena semua tudingan dan perkataan yang Anda rasa itu akan banyak membantu kami tapi sejujurnya justru membuat kami merasa makin merasa gagal.
Sekian. Thanks for reading.