Sunday, November 30, 2008

CARA MENJADI KAYA

Ternyata menjadi kaya, terutama di dalam hati caranya gampang sekali. Tinggal tiru cara hidup orangtua dan keluarga saya, maka pasti seumur hidup kita niscaya bakal ngerasa kaya.

Saya masih inget, waktu mobil ayah saya ditabrakkan ke pohon sampe penyok (oleh temen adik saya), ayah sedikit pun tidak pernah menyalahkan adik, temen adik saya ataupun siapapun. Bahkan ketika orangtua temen adik saya malah balik nyalahin adik saya alih-alih mengganti biasa reparasi, ayah saya juga tidak komplen. Dulu saya berpikir, betapa bodohnya ayah saya. Bodoh dan naif.

Bulan Februari 2008 ternyata bukanlah bulan romantis buat saya. Bulan itu adalah bulan terburuk dalam hidup saya coz pada tanggal 13, sehari sebelum hari Valentine, adik saya jatuh dari tangga di rumah kos saya hingga tiga bagian tulang di tangan kanannya patah. Sedikit pun adik saya tidak mengeluh ataupun menyalahkan bapak kos saya. Padahal sudah jelas konstruksi rumah kos terlalu berbahaya. Justru saya yang ngamuk-ngamuk dan bermaksud akan memperkarakan secara hukum. Lagi-lagi orangtua saya bilang: "Sudahlah...toh tangan adikmu tetep patah." Ayah ibu memang bodoh dan naif. Begitu pikir saya waktu itu.

Saya senang sekali dengan hape CDMA saya. Warnanya hitam, tipis, mungil, layarnya berwarna, harganya pun murah. Saya cukup merogoh kocek 425rb waktu itu untuk membawa pulang hape tersebut. Tidak sampe satu tahun, ternyata hape keren tersebut bocor LCD-nya. Teman saya yang punya konter hape bilang kalo diperbaiki akan membutuhkan duit sekitar 300rb. Bayangkan, harga barunya tak sampe 425rb tapi saya harus membayar 300rb untuk layar hape yang bocor!!! Salah satu teman menyarankan untuk menjualnya saja segera sebelum bocornya terlalu banyak. Jadi harganya pun blom jatuh-jatuh amat. Tapi saya berpikir, betapa teganya saya kalau sampe hape tersebut dipake orang lain. Di sisi lain, saya juga merasa tidak adil kepada hape saya. Hanya karena sekarang barang tersebut rusak, saya harus "membuangnya". Jadi saya memutuskan untuk tetap memakainya, hingga sekarang.

Kemarin adik saya dituduh mengambil baju-baju bayi sepupu saya. Padahal dia mengambil baju-baju itu seizin sepupu saya. Padahal sepupu saya berpendapatan 18jt/bulan (itu menurut dia sendiri). Padahal baju-baju bayi yang dibawa adik saya sudah tidak lagi muat di badan anaknya sepupu saya (jadi semuanya adalah baju bekas). Padahal di keluarga saya tidak ada bayi.
Karena peristiwa itu sepupu saya bilang sampe panik gara-gara semua baju bekas tersebut pada hilang. Bukan baju bekasnya yang dia khawatirkan (itu menurut sodara saya on the phone), tapi karena baju-baju tersebut dulu harganya sekitar 300rb-400rban (maklum bermerk).
Tuduhan tanpa dasar itu tentu bikin adik saya sakit hati, shock, tapi ternyata sekaligus merasa kaya. Lhoh?

Tuduhan terhadap adik saya membuat saya sekeluarga sadar, betapa kayanya kami. Orangtua saya hanyalah PNS dengan pendapatan yang hanya cukup buat biaya sehari-hari plus biaya sekolah ketiga putrinya. Tapi alhamdulillah, selama ini, seingat kami, termasuk saya, tidak pernah menuduh orang lain mencuri tanpa dasar ataupun bukti. Apa yang diambil dari kami, mungkin memang bukan sepantasnya kami miliki. Kalopun kami bisa menuntutnya kembali, toh itu hanya akan menyakiti orang lain dan pada akhirnya merusak jalinan silaturahmi kami dan orang tersebut. Untungnya selama ini kami selalu meletakkan persahabatan, persaudaraan dan silaturahmi serta tenggang rasa di atas segala-galanya.

Apa yang terjadi pada adik saya adalah sebuah pelajaran bahwa ternyata tidak perlu usaha ekstra untuk menjadi kaya hati. Ibu saya bilang: "Itulah bedanya antara akhlak dan etika. Kamu bisa mempelajari dan memperbaiki etika, tapi akhlak kita akan selalu sama. Karena itu bersyukurlah, karena kita beruntung menjadi orang yang berakhlak. Karena bagi kita 3 saudara jauh lebih penting daripada 300rb."

Semoga kita semua akan selalu menjadi orang yang beruntung.